Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Memakan Daging Aqiqah Sendiri, Kamu Harus Tahu!!

Hukum Memakan Daging Aqiqah Sendiri

Setiap orangtua tentu mengharapkan setiap anaknya mampu diakikahi, namun masih banyak sekali pertanyaan tentang hukum memakan daging aqiqah kita sendiri?

Bolehkah anggota keluarga yang diaqiqahi makan dagingnya? Pertanyaan tersebut kerap membikin para orang tua takut untuk memakan daging aqiqah.

Baca Juga 3 Penyebab Ketindihan Hantu Saat Tidur

Aqiqah ialah salah satu bentuk ibadah yang dicontohkan Rasulullah. Mengaqiqahi anak yang belum baligh (Dewasa) dibebankan terhadap seorang ayah serta di balik pembebanan ini ayah mendapat keuntungan yg kembali terhadap dia yaitu nanti anak akan mampu mensyafaatinya.

Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fatwa al-Kubra menjelaskan:

بخلاف العقيقة فإن نفعها من كون الولد بسببها يشفع لأبيه كما قاله أئمة مجتهدون

“Berbeda dengan aqiqah, jadi sesungguhnya kemanfaatan aqiqah menyebabkan anak mampu mensyafaati ayahnya. Seperti yang dikatakan para mujtahid.”

Baca Juga Doa Terbaik Untuk Kedua Orang Tua yang Masih Hidup, Sakit Maupun yang Sudah Meninggal

Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fatwa al-Kubra menjelaskan: “Berbeda dengan aqiqah, jadi sesungguhnya kemanfaatan aqiqah menyebabkan anak mampu mensyafaati ayahnya. Seperti yg dikatakan para mujtahid.”

Hal ini sejalan dengan sabda Nabi yg diriwayatkan dari sayidah ‘Aisyah. Nabi saw bersabda:

الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ فِي الْيَوِم السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

“Anak digadaikan dengan aqiqahnya yg (idealnya) disembelih dari hari ketujuh (kelahirannya) dan dipotong rambut kepalanya dan diberi nama.” (Baca: Doa Ketika Mencukur Rambut Bayi Saat Aqiqah)

Bagi Orang tua yang melakukan aqiqah untuk anaknya oleh agama distatuskan seperti berqurban untuk dirinya sendiri.  Ibnu hajar al-Haitami dalam Fatwa al-Kubro (juz.4. vol.256) menjelaskan:

لأن الأب مخاطب بها أصالة فهي بالنسبة إليه كضحية نفسه

“Karena sesungguhnya Orang tua (Ayah) dikhitobi (dibebani) dengan aqiqah (mengaqiqahi anaknya), jadi mengaqikahi anak baginya semacam qurban untuk dirinya sendiri.”

Dan satu faktor penting bahwa aqiqah hukumnya sama dengan qurban dalam beberapa aspek, sebagaimana fatwa Abu Bakar bin Muhammad Syatho al-Dimyati dalam karyanya I’anah al-Tholibin ( juz 2, vol.560 ):

وهي (العقيقة) قوله (كضحية) اي في معظم الأحكام وهو الجنس، والسن، والسلامة من العيوب والنية والأكل والتصدق والإهداء والتعين بالنذر او بالجعل

“Aqiqah seperti qurban dalam dominan hukumnya, meliputi dalam jenis, umur, tak mempunyai aib, niat, memakanya, mensedekahkanya, harus karena nadzar alias karena menjadikanya sebagai kesanggupan”.

Berdasarkan pernyataan di atas, seorang ayah yang mengaqiqahi anak hukumnya sama dengan menyembelih qurban untuk dirinya sendiri. Serta berlaku konsekuensi hukum qurban dalam aqiqah. Dengan demikian hukum memakan daging binatang yg dipakai untuk beraqiqah berikut:

Baca Juga 3 Doa Agar Hutang Cepat Lunas

Pertama, jika kategori aqiqah sunah semacam mengaqiqahi anak, jadi siapapun boleh memakan daging binatang yg dibangun untuk aqiqah, tergolong ayah dan bunda dari anak tersebut. Seperti halnya hukum dalam qurban sunah. Ibnu hajar al-Haitami dalam Fatwa al-Kubra menjelaskan:

ومن ثم صرحوا بأنه يجوز له الأكل من العقيقة كما له الأكل من أضحية نفسه

“Dari ketentuan ini (mengaqiqahi anak sama halnya dengan berqurban untuk dirinya sendiri), jadi diperbolehkan baginya (ayah) memakan daging aqiqah tersebut semacam halnya diperbolehkan memakan daging qurban dari dirinya sendiri.”

 سن  له أكل من أضحية تطوع ضحى بها عن نفسه

“Disunahkan memakan dari qurban, yang dipakai untuk qurban dari dirinya (Hasyiyah al-Jamal juz.5, vol.257 7)

Kedua, jika aqiqah tersebut merupakan kewajiban berdasarkan nadzar alias kesanggupanya menentukan bahwa binatang tersebut akan dipakai untuk mengaqiqahi anaknya, jadi dirinya dan orang-orang yg harus dinafkahinya (termasuk bunda dari anak yg diaqikahi) dilarang memakan daging tersebut, semacam halnya dalam kasus qurban. Abu Bakar bin Muhammad Syatho al-Dimyati dalam karyanya I’anah al-Thalibin ( juz 2, vol.560 )

والتعين بالنذر او بالجعل كأن قال لله علي أن أعق بهذا الشاة او قال جعلت هذه عقيقة عن ولدي فتتعين فى ذلك ولا يجوزحينئذ الأكل منها رأسا

Dan aqiqah yg harus ( ta’yin ) karena nadzar maupun kesanggupan, semacam mengatakan “ Bagi alloh atasku, saya beraqikah dengan kambing ini” alias mengatakan “ saya jadikan binatang ini sebagai aqikah dari anaku “maka menjadi harus ( ta’yin ) dan tak boleh sama sekali memakan binatang aqiqah tersebut.

Dalam Tausyek Ibnu Qosim vol.271 dijelaskan:

 (ولا يأكل المضحى) ولا من تلزمه نفقته (شيئاً من الأضحية المنذورة)

“Dan orang-orang yg berqurban dan orang-orang yg harus dinafkahi olehnya tak boleh memakan sedikitpun dari qurban harus karena nadzar tersebut”

Ketiga, jika aqiqah dari seorang yang sudah meninggal dunia berdasarkan wasiyat kepadanya, jadi dirinya (orang yang diwasiati) dan orang-orang kaya dilarang memakan daging aqiqah tersebut, sebagaimana hukum dalam qurban.

Ibnu Hajar al-Haitami dalam karyanya Tuhfah al-Muhtaj ( juz.9, vol.369 ) menjelaskan:

فلو ضحى عن غيره بإذنه كميت أوصى بذلك فليس له ولا لغيره من الأغنياء الأكل منها وبه صرح القفال في الميتة وعلله بأن الأضحية وقعت عنه فلا يحل الأكل منها إلا بإذنه فقد تعذر

“Apabila dirinya berqurban dari orang lain, sama halnya mayat yang berwasiyah kepadanya untuk berqurban atas nama dirinya simayat, jadi dirinya (orang yang diwasiati ) dan orang-orang kaya  tak boleh memakan daging tersebut. Imam Qaffal mengalasi karena sesungguhnya qurban diperuntukan untuk si mayat jadi tak halal memakan (bagi orang-orang yg diwasiati dan orang-orang kaya) kecuali dengan idzin, dan meminta izdin tentu suatu udzur (tidak mungkin ).”

Jumlah kambing aqiqah yg dipotong sendiri telah jelas, yaitu 2 ekor untuk anak laki-laki serta 1 ekor untuk anak perempuan. Tidak ada perdebatan dalam persoalan ini. Waktu pelaksanaan aqiqah sendiri, disunnahkan dilakukan pada hari ke tujuh kelahiran sang buah hati.

Bersamaan dengan pencukuran rambut serta pemberian nama. Yang tetap tidak sedikit dipertanyakan ialah tentang pemecahan daging aqiqah, tergolong boleh alias tidaknya orang-orang tua, keluarga bahkan anak yg diaqiqah memakan daging aqiqah.

Banyaknya keraguan ini, banyak yang menjadi ragu untuk memakan daging aqiqah sendiri.

Hukum Memakan Daging Aqiqah

Mengutip Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahul yang menjawab pertanyaan terkait hukum memakan daging aqiqah. 

“Hendaknya daging aqiqah dimakan sebagiannya. Sebagiannya lagi dihadiahkan serta disedekahkan. Adapun kadar pembagiannya tidaklah ada kadar tertentu. Yang dimakan, yg dihadiahkan serta yg disedekahkan dibagi sesuai kemudahan. Jika ia mau, ia berikan pada kerabat serta sahabat-sahabatnya. Boleh sehingga pembagiannya tersebut di negeri yg sama alias di luar daerahnya. Akan tetapi, mestinya ada jatuh untuk orang-orang miskin dari daging aqiqah tersebut. Tidak mengapa juga daging aqiqah tersebut dimasak (direbus) serta dibagi seusai matang alias dibagi dalam bentuk daging mentah. Seperti itu ada kelapangan.” (Fatwa Nur ‘ala Ad-Darb, 5: 228)

Jawaban tersebut mengisyaratkan bahwa memakan daging aqiqah boleh dimakan oleh yang beraqiqah. Kemudian sebagian yang lain disedekahkan alias diberikan terhadap saudara muslim yg lain.

Jadi Hukum memakan daging aqiqah sendiri boleh saja, setiap anggota keluarga ikut menyantap menu aqiqah anaknya.

Dalam kitab Minhajul Muslim karya Syaikh Jabir Al Jaza’iri, beliau membahas bahwasannya yang boleh menikmati menu alias daging aqiqah ialah ahlul bait, lalu daging kemudian disedekahkan serta dihadiahkan. Yang dimaksud ahlul bait pasti saja ialah keluarganya dari yg diaqiqahi.

Wallahua’lam Bishawab

Posting Komentar untuk "Hukum Memakan Daging Aqiqah Sendiri, Kamu Harus Tahu!!"